“Semesta kita terbentuk dari sebuah ledakan yang besar”, jelas Professor Julia. “George Lemaitre, seorang pendeta katholik, ahli kosmologi dan astrofisika adalah yang pertama mengajukan paper mengenai teori tersebut pada tahun 1927 dan pada tahun 1930…”, Julia sedikit menahan penjelasannya agar dapat menikmati rasa penasaran disetiap pasang mata mahasiswanya. “…sesuai dengan hasil pengamatan Edwin Hubble, Lemaitre meyakinkan para astronomer bahwa alam semesta benar-benar mengembang. Setahun setelah mempublikasikan teori big bang, Lemaitre kembali membuat hipotesa tentang alam semesta yang menurutnya terkonsentrasi pada satu titik yang dinamakan primeval atom,” Lanjut Julia. 
Sambil berkendara, tadi pagi aku mau mencoba merayu si nona dengan kata-kota yang gombal. Mumpung tadi pagi sudah bawain coklat yang berbentuk bunga, siapa tau gombal nya berhasil. Hehehe...

Aku : Non, mantep ya cuaca tadi. Waktu bawain coklat ke rumah mu masih mendung. Begitu nyampe langsung hujan. Berarti cuaca ini mendukung ku.

Nona : [diem aja. mungkin lagi mikir tentang kalimat barusan yang ga masuk akal]. Ga mau la ku makan coklat itu. Itu coklat bukan untuk di makan. Ku simpan aja lah.

Aku : [tertawa] Itu coklatnya home made non. Ga bisa kelamaan di makan.

Nona : Biar aja. Sayang kali di makan.

Aku : [tertawa lagi] Dirimu jadi coklat ku ya hari ni. Manis-manis gimana gitu [dalam hati mikir, eh coklat itu ada pahitnya juga lo. Cuman ga di sebut biar nuansa gombal nya ga hilang. hahaha]

Nona : Masa aku di bilang coklat. Coklat itu kan habis di makan, masuk ke perut dan berakhir di Jamban.

Aku : [diam, bengong, kehabisan kata-kata. Rayuan gagal dan berakhir di jamban. 😂😂😅😅😄😄]
“Siapa kamu?”, Tanya Will.
“Myenta”, jawab mahkluk itu. “Kau telah kuselamatkan dari ledakan”, sambungnya.
“Sudah berapa lama aku tidak sadar?”, Tanya Will.
“Enam hari. Dan siapa namamu?”, Tanya makhluk itu dengan ramah.
“Panggil saja aku Will. Mengapa tubuhku menjadi seperti ini? Dan makhluk apa kamu ini?”, Tanya Will dengan rasa sedikit kagum dalam kebingungannya.
“Kami adalah ‘sebuah ras’, begitu spesies mu menyebutnya, ras tertua di alam semesta. Dan kamu dapat menyebutku dengan panggilan wanita, bukan makhluk.”, tegas myenta.

Will keluar dari kereta antigravitasi,  turun pada sebuah hutan dengan spesies tumbuhan yang memiliki batang berukuran raksasa, tinggi yang beralaskan rumput berwarna biru muda. Sebuah dentuman bom meledak di kejauhan. Tak lama tampak suatu  kelompok bergerak mendekat ke arah Will dan lainnya. Sambil menembaki sekelompok makhluk yang tampak seperti manusia berambut perak dan panjang, yang memiliki telinga yang mencuat panjang dari sisi kanan dan kepala hingga tampak seperti sepasang telinga kucing, juga bola mata yang memancarkan warna biru kilat, steve pria berambut coklat yang memimpin kelompok lain di sebelah Will mencoba menjelaskan situasi yang terjadi.

“Tampaknya negosiasi kita dengan penduduk lokal telah gagal. Mereka pasti menginginkan kita pergi dari tempat ini. Lebih baik kau gunakan sejatamu. Tekan telapak tangan mu menggunakan ibu jari. Senjata mu akan diaktifkan”, terang Steve. Oke, bangun ditempat yang asing, lalu sekarang berada di tempat ini? Bagaimana aku harus melewati ini. Apa yang aku lakukan sebelumnya? Will mengaktifkan senjata sesuai dengan petunjuk steve. Senjata yang tampak seperti hologram berwarna hijau dan menyerupai pedang keluar memanjang dari telapak tangan will. Tiba-tiba terdengar suara dengungan, orang-orang menjerit kesakitan. Will dalam kesadarannya yang mulai hilang dengan samar melihat seorang wanita penduduk lokal menarik tangannya, lalu mengangkatnya pada bahunya lalu semua menjadi gelap.
Will terbangun dan langsung melompat dari tempat istirahatnya. Ia melihat seluruh tubuhnya, rambutnya dan warna kulitnya yang berkilau tetapi tidak berbentuk seperti wujud manusia. Tampak lebih mirip seperti makhluk yang ia lihat sebelum terkena ledakan. Tetapi perasaan yang will miliki berbeda seperti saat melihat dirinya terbungkus kulit manusia. Saat ini will seakan dapat melakukan segalanya.
“Kau sudah sadar?”, suara wanita yang tidak asing baginya menyadarkan will dari keterpanaannya.

  By: Freddy Santoso